Jumat, 09 Agustus 2019

Awas, Cacing Penyebab Skistosomiasis Mengintai di Air Tawar !!!

Skistosomiasis adalah penyakit yang disebabkan parasit berupa cacing pipih Schistosoma yang hidup air tawar. Skistosomiasis dapat muncul secara mendadak (akut) atau berlangsung menahun (kronis).
Cacing penyebab skistosomiasis sering dijumpai di daerah-daerah beriklim tropis dan subtropis. Beberapa bagian dari negara-negara di Afrika, Timur Tengah, Amerika Selatan, Kepulauan Karibia dan Asia, termasuk Indonesia, tergolong sebagai area skistosomiasis dapat ditemukan.
Awas, Cacing Penyebab Skistosomiasis Mengintai di Air Tawar - Alodokter
Penyebaran Skistosomiasis
Skistosomiasis adalah penyakit parasit urutan ketiga terbanyak di dunia, dan berdasarkan dampaknya pada manusia, skistosomiasis tergolong penyakit tropis nomor dua setelah malaria. Cacing penyebab skistosomiasis dapat berenang dengan bebas di air tawar seperti di kolam, sungai, danau, parit, dan waduk. Parasit Schistosoma ini, dapat masuk ke tubuh manusia melalui kontak langsung, meski pada awalnya tidak menyebabkan gejala.
Schistosoma akan menetap di dalam kulit dan mematangkan dirinya, menuju tahap dewasa. Kemudian akan bergerak menuju ke sejumlah bagian tubuh seperti paru-paru, hati, kandung kemih, usus, anus, limpa dan pembuluh darah yang mengalirkan darah dari usus ke hati, sehingga akan berkembang hingga menjadi bentuk cacing dewasa.
Penderita selanjutnya dapat menyebarkan skistosomiasis ketika urine atau tinja yang mengandung telur cacing mengkontaminasi air tawar.
Waspadai Gejala-gejalanya
Secara umum gejala infeksi skistosomiasis ditandai dengan demam, menggigil, pembengkakan pada kelenjar getah bening, limpa dan hati. Gejala lain bisa berupa batuk, diare, nyeri otot dan sendi, sakit perut dan merasa tidak enak badan.
Cacing yang masuk ke dalam kulit dapat menyebabkan ruam (swimmer's rash) dan gatal. Gejala ini biasanya sebagai bentuk reaksi tubuh terhadap infeksi telur cacing.
Meski demikian, sebagian orang yang terkena skistosomiasis tidak merasakan gejala apa pun selama beberapa bulan pertama bahkan hingga bertahun-tahun. Namun, masih ada efek jangka panjang dari infeksi cacing pipih ini termasuk gangguan pencernaan, saluran kemih, paru-paru dan jantung hingga gangguan sistem saraf.
Skistosomiasis dibagi ke dalam dua jenis, yaitu:
  • Skistosomiasis usus. Disebabkan cacing Schistosoma japonicum yang secara geografis tersebar di Indonesia, Tiongkok, dan Filipina. Skistosomiasis usus juga disebabkan cacing Schistosoma lainnya yaitu Schistoma guineensis, Schistosoma mansoni, dan Schistosoma mekongi. Gejala skistosomiasis usus ditandai dengan sakit perut, diare, tinja berdarah. Dalam kondisi yang parah dapat menyebabkan pembengkakan hati. Dalam beberapa kasus, pembengkakan limpa juga dapat terjadi.
  • Skistosomiasis urogenital (alat kelamin dan urine) yang disebabkan cacing Schistosoma haematobium. Gejala skistosomiasis urogenital yaitu berupa peningkatan frekuensi buang air kecil, sakit saat berkemih, dan darah di dalam urine (hematuria).
Anda dianjurkan untuk berkonsultasi kepada dokter jika mengalami gejala di atas.
Penanganan dan Pencegahan
Tindakan penanganan skistosomiasis bisa dilakukan dengan pemberian obat cacing yaitu (.......). Obat ini efektif melumpuhkan cacing dewasa, namun tidak terhadap telur atau cacing yang masih kecil. Oleh karena itu, perlu pemberian ulang obat setelah beberapa minggu.
Bagi Anda yang menyukai travelling dan bertualang di alam bebas, sebaiknya berhati-hati terkait kebersihan air di tempat yang Anda kunjungi. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan:
  • Menyaring dan memasak hingga mendidih air tawar yang diambil dari kolam, sungai, danau atau waduk.
  • Menghindari berenang, mendayung dan mandi di air tawar secara sembarangan atau tidak diketahui sumber airnya.
  • Memakai celana dan sepatu berbahan karet anti air sebelum menyusuri sungai.
  • Menghindari konsumsi obat bebas dari kawasan sekitar, tanpa anjuran dokter.
  • Jangan mudah meyakini informasi pada papan pengumuman di tempat penginapan bahwa air di lokasi tersebut aman. Meski demikian, cacing jenis ini jarang ditemukan di kolam renang mengandung klorin, laut dan tempat penampungan air dengan perawatan yang baik.
Hingga saat ini, belum ada vaksin untuk mencegah skistosomiasis. Untuk itu, Anda diminta selalu waspada di tempat terbuka atau lokasi yang berhubungan dengan air tawar. Segera konsultasi dengan dokter jika merasakan gejala skistosomiasis atau gejala mencurigakan lain.
sumber: aldodokter.com

Kamis, 08 Agustus 2019

Hati - Hati !! Ternyata Cacing Bisa Masuk Ke Otak Manusia

Menurut Dr.Widodo Judarwanto :

infeksi parasit cacing bukan hanya mengganggu saluran cerna. Beberapa kasus menunjukkan bahwa cacing bisa mengancam masuk ke otak manusia. Bila hal ini terjadi gangguan yang timbu cukup berat mulai dari sakit kepala berat, kejang, gangguan kesadaran hingga yang lebih fatal berupa ancaman jiwa. Cacing berukuran 23 cm ditemukan di otak wanita muda di Cina. Cacing tersebut berhasil diangkat setelah operasi otak penderita wanita di Provinsi Jiangsu, Cina. Enam bulan sebelumnya, wanita tersebut mengalami keluhan sakit kepala dan kejang sehingga didiagnosis epilepsi. Dalam pemeriksaan darah dicurigai terinfeksi parasit dalam tubuhnya. Pemeriksaan CT juga menunjukkan titik yang misterius terdapat di otaknya. Sekitar enam bulan kemudian, karena kejang-kejang tidak terkendali, pasien itu menjalani operasi. Saat operasi, tim dokter menemukan granuloma, tipe khusus peradangan, di otak pasien. Dokter menduga itu penyebab epilepsi yang diderita pasien. Ternyata secara mengejutkan do dalam granuloma tersebut ditemukan cacing parasit sepanjang 23 centimeter yang diduga sebagai penyebab epilepsi. Para ahli mengatakan cacing parasit kemungkinan masuk ke otak setelah pasien memakan makanan yang mengandung telur cacing tersebut. Namun, asal cacing itu hingga kini belum diketahui. Sementara itu Rosemary Alvarez dari Arizona, AS, juga mengalami hal yang serupa. Saat operasi ditemukan cacing pada otaknya yang sebelumnya diduga sebuah tumor. Tindakan operasi itu dilakukan setelah dia mengalami kelumpuhan pada salah satu lengannya dan kemerosotan pada fungsi penglihatan. Pasien itu kemudian menjalani pemeriksaan CT Scan dan para dokter menemukan indikasi tumor. Namun, dari pemeriksaan MRI, para dokter meragukan diagnosa tumor di dalam otak pasien mereka itu. Beberapa dokter itu akhirnya memutuskan mengadakan operasi dan menemukan cacing yang sedang bergerak masuk ke dalam otak Alvarez. Setelah cacing berhasil dikeluarkan dari otak Alvarez, dokter bedah syaraf Dr Peter Nakaji mengaku mereka yang berada di ruang operasi merasa terheran-heran dengan penemuan itu. Cacing itu berada di dalam batang otaknya yang sangat dalam untuk dijangkau. Belum dapat diketahui secara pasti bagaimana cacing itu bisa berada di dalam otak Alvarez. Beberapa dokter berpendapat cacing itu bisa saja berasal dari dari daging babi yang tak dimasak hingga matang atau karena kebiasaan tak mencuci tangan setelah menggunakan toilet. Penyakit Cacing Sekitar 60% anak Indonesia mengalami infeksi cacing. Kelompok umur terbanyak adalah pada usia 5-14 tahun. Angka prevalensi 60 persen itu, 21 persen di antaranya menyerang anak usia SD dan rata-rata kandungan cacing per orang enam ekor. Data tersebut diperoleh melalui survei dan penelitian yang dilakukan di beberapa provinsi pada tahun 2006. Hasil penelitian sebelumnya (2002-2003), pada 40 SD di 10 provinsi menunjukkan prevalensi antara 2,2 persen hingga 96,3 persen. Sekitar 220 juta penduduk Indonesia cacingan, dengan kerugian lebih dari Rp 500 miliar atau setara dengan 20 juta liter darah per tahun. Penderita tersebar di seluruh daerah, baik di pedesaan maupun perkotaan. Karena itu, cacingan masih menjadi masalah kesehatan mendasar di negeri ini. Cacing Pita atau Taenia adalah salah satu cacing yang dapat mengkontaminasi otak manusia. Taenia merupakan salah satu marga cacing pita yang termasuk dalam Kerajaan Animalia, Filum Platyhelminthes, Kelas Cestoda, Bangsa Cyclophyllidea, Suku Taeniidae.  Anggota-anggotanya dikenal sebagai parasit vertebrata penting yang menginfeksi manusia, babi, sapi, dan kerbau. Cacing pita khususnya dapat menimbulkan penyakit yang disebut taeniasis dan sistiserkosis. Sistiserkosis menimbulkan gejala dan efek yang beragam sesuai dengan lokasi parasit dalam tubuh. Manusia dapat terjangkit satu sampai ratusan sistiserkus di jaringan tubuh yang berbeda-beda. Sistiserkus pada manusia paling sering ditemukan di otak atau disebut neurosistiserkosis), mata, otot dan lapisan bawah kulit . Dampak kesehatan yang paling ditakuti dan berbahaya akibat larva cacing (Taenia) yaitu neurosistiserkosis yang dapat menimbulkan kematian. Neurosistiserkosis adalah infeksi sistem saraf pusat akibat sistiserkus dari larva (Taenia solium). Neurosistiserkosis merupakan faktor risiko penyebab stroke baik pada manusia yang muda maupun setengah baya, epilepsi dan kelainan pada tengkorak. Sistiserkosis merupakan penyebab 1% kematian pada rumah sakit umum di Meksiko City dan penyebab 25% tumor dalam otak. Cacing masuk ke dalam tubuh manusia lewat makanan atau minuman yang tercemar telur-telur cacing. Umumnya, cacing perut memilih tinggal di usus halus yang banyak berisi makanan. Meski ada juga yang tinggal di usus besar. Penularan penyakit cacing dapat lewat berbagai cara, telur cacing bisa masuk dan tinggal dalam tubuh manusia. Ia bisa masuk lewat makanan atau minuman yang dimasak menggunakan air yang tercemar. Jika air yang telah tercemar itu dipakai untuk menyirami tanaman, telur-telur itu naik ke darat. Begitu air mengering, mereka menempel pada butiran debu. Telur yang menumpang pada debu itu bisa menempel pada makanan dan minuman yang dijajakan di pinggir jalan atau terbang ke tempat-tempat yang sering dipegang manusia. Mereka juga bisa berpindah dari satu tangan ke tangan lain. Setelah masuk ke dalam usus manusia, cacing akan berkembang biak, membentuk koloni dan menyerap habis sari-sari makanan. Cacing mencuri zat gizi, termasuk protein untuk membangun otak. Cacing dapat berkembang di bagian usus 12 jari di tubuh manusia, dan beberapa bulan cacing itu akan menjadi dewasa. Jumlah cacing pita bisa mencapai sekitar 1000 ekor dengan panjang antara 4 – 10 meter, dan terus hidup di tubuh manusia dan mengeluarkan telurnya melalui BAB (buang air besar). Ketika seseorang mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi parasit cacing atau telor cacing, maka larva yang ada di dalamnya akan menjadi cacing dalam perut manusia. Cacing ini akan menyebabkan seseorang merasa lemah, letih. Dan kekurangan vitamin B-12 yang menyebabkan terjadinya kekurangan darah, terkadang bisa menyebabkan munculnya penyakit pada syaraf otak, semisal dis-fungsi syaraf pusat. Larva-larva pada sebagian keadaan bisa mencapai otak dan menyebabkan terjadinya “sawan” atau naiknya tekanan dalam syaraf, pusing yang sangat, atau bahkan bisa menyebabkan lumpuh. Ketika cacing ini sampai di usus 12 jari, maka akan keluar larva yang sangat banyak setelah 4 atau 5 hari dan kemudian masuk ke dalam dinding lambung. Kemudian iamasuk ke dalam darah, kemudian masuk ke sebagian besar jaringan organ tubuh. Larva kemudian berjalan persendian dan menjadi besar Maka orang tersebut akan menderita sakit seperti nyeri otot yang sangat. Terkadang penyakit itu berkembang hingga terjadi dis-fungsi kerja otak, dis-fungsi otot jantung dan paru-paru, ginjal, syaraf pusat. Dan terkadang penyakit ini bisa menyebabkan kematian, dan ini kecil persentasenya. Cacing pita dewasa hidup dalam usus manusia yang merupakan induk semang definitif. Segmen tubuh Taenia yang telah matang dan mengandung telur keluar secara aktif dari anus manusia atau secara pasif bersama-sama feses manusia.  Bila inang definitif (manusia) maupun inang antara (sapi dan babi) menelan telur maka telur yang menetas akan mengeluarkan embrio (onchosphere) yang kemudian menembus dinding usus. Embrio cacing yang mengikuti sirkulasi darah limfe berangsur-angsur berkembang menjadi sistiserkosis yang infektif di dalam otot tertentu.  Otot yang paling sering terserang sistiserkus yaitu jantung, diafragma, lidah, otot pengunyah, daerah esofagus, leher dan otot antar tulang rusuk. Infeksi Taenia dikenal dengan istilah Taeniasis dan Sistiserkosis. Taeniasis adalah penyakit akibat parasit berupa cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia yang dapat menular dari hewan ke manusia, maupun sebaliknya. Taeniasis pada manusia disebabkan oleh spesies Taenia solium atau dikenal dengan cacing pita babi, sementara Taenia saginata dikenal juga sebagai cacing pita sapi. Sistiserkosis pada manusia adalah infeksi jaringan oleh bentuk larva Taenia (sistiserkus) akibat termakan telur cacing (Taenia solium) (cacing pita babi).  Cacing pita babi dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia, sedangkan cacing pita sapi tidak dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia. Sedangkan kemampuan (Taenia asiatica) dalam menyebabkan sistiserkosis belum diketahui secara pasti. Terdapat dugaan bahwa (Taenia asiatica) merupakan penyebab sistiserkosis di Asia. Manusia terkena taeniasis apabila memakan daging sapi atau babi yang setengah matang yang mengandung sistiserkus sehingga sistiserkus berkembang menjadi (Taenia) dewasa dalam usus manusia.  Manusia terkena sistiserkosis bila tertelan makanan atau minuman yang mengandung telur (Taenia solium).  Hal ini juga dapat terjadi melalui proses infeksi sendiri oleh individu penderita melalui pengeluaran dan penelanan kembali makanan Cacing pita dapat menimbulkan penyakit yang disebut taeniasis dan sistiserkosis. Gejala klinis terbanyak yang dikeluhkan adalah pengeluaran segmen tubuh cacing dalam fesesnya, gatal-gatal pada anus, mual, pusing, peningkatan nafsu makan, sakit kepalaan diarea, lemah, merasa lapar, sembelit, penurunan berat badan, rasa tidak enak di lambung, letih, muntah, tidak ada selera makan saat lapar, pegal-pegal pada otot, nyeri di perut, mengantuk, serta kejang-kejang, gelisah, gatal-gatal di kulit dan gangguan pernafasan Pencegahan yang paling baik adalah menjaga higiena sanitasi pribadi. Salah satunya adalah melakukan cuci tangan yang baik dan benar saat hendak makan. Mencuci tangan yang benar adalah dengan air mengalir dn menggunakan sabun dalam waktu minimal 30-60 detik. Kotoran seringkali bersembunyi di bawah ujung kuku. Memotong kuku pendek secata rutin juga dapat mencegah kontaminasi cacing